Semangat Pelayanan Ibu
TeresaA dari Kalkuta
Sebagai Inspirasi Bagi
Kaum Remaja
Yesus
selalu mengingatkan para murid-Nya untuk bersikap sebagai “yang paling rendah
dari semua dan sebagai pelayan dari semua” (bdk. Mrk 9:35). Menjadi pelayan
berarti ikut melayani seperti Kristus, karena Ia sendiri adalah pelayan. Dalam
mengajarkan Kerajaan Allah, Ia tidak hanya berbicara tetapi juga menunjukkan
dengan keteladanan-Nya karena demikianlah kehendak Bapa-Nya (bdk. Yoh 4:34).
Walaupun Ia sebagai Guru dan Tuhan, namun Ia mau melakukan pekerjaan yang
paling rendah sekalipun, yakni membasuh kaki para murid-Nya. Spiritualitas
pelayanan Yesus ini, hendaklah tertanam dalam diri setiap orang Kristen dan
sangat penting untuk diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
keteladanan Yesus ini, Gereja pun memiliki ciri pelayanan. Ciri pertama adalah ciri religious. Pelayanan kristiani harus
berdasar pada kasih kepada sesama, sebab Allah telah menciptakan manusia sesuai
dengan citra-Nya sendiri. Ciri kedua
adalah kesetiaan kepada Kristus sebagai Guru dan Tuhan. Yesus menghendaki agar
umat beriman berbuah banyak, karena dengan demikian akan tampil sebagai
murid-murid-Nya. Ciri ketiga adalah
mengambil bagian dalam sengsara dan penderitaan Kristus, yang tetap senasib
dengan semua orang yang menderita. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk
salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya
untuk Aku” (bdk. Mat 25:40). Yesus Kristus adalah saudara semua orang,
khususnya mereka yang malang dan miskin. Maka pelayanan Gereja pun tertuju
terutama kepada mereka yang paling membutuhkan perhatian. Ciri keempat adalah kerendahan hati. Gereja tidak boleh
membanggakan pelayanannya, tetapi harus mengakui diri sebagai seorang hamba.
Kerendahan hati bukan merupakan sesuatu yang amat istimewa dalam hidup,
melainkan sikap realistis yang mengakui segala keterbatasan manusia,
termasuk juga pelayanan Gereja.
Yesus juga pernah
bersabda: “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (bdk. Mrk
10:45). Itulah sikap yang dahulu diharapkan Yesus kepada murid-murid-Nya untuk
dilakukan, dan sekarang ini harapan itu diletakkan di atas pundak setiap umat
beriman kristiani. Semua orang adalah saudara, maka harus saling membantu dalam
mencari jalan dan arah hidup. Rasul Paulus berkata: “Tidak ada orang Yahudi
atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Yesus Kristus” (bdk. Gal
3:28). Membedakan orang atau golongan tidak sesuai dengan semangat Yesus
sendiri. Dalam pandangan Kristen, melayani itu tidak merendahkan, melainkan
mengangkat orang karena membuatnya sama dengan manusia yang lain di dalam
Kristus.
Pelayanan
harus berdasar dan bersumber pada kehendak Yesus. Yesus telah menunjukkan hal
ini ketika Ia tampil di tengah dunai. Ia melayani tanpa membedakan obyek pelayanan-Nya.
Dan perhatian-Nya lebih diarahkan kepada mereka yang menderita dan yang
mengharapkan pertolongan. Sebab mereka adalah kelompok orang yang tidak
mempunyai dan tidak bersuara, dan hanya pasrah pada keadaan yang ada. Dalam
kehidupan di tengah dunia, mereka telah mendapatkan ketidakadilan, maka Gereja
menjadi sandaran bagi mereka. Gereja perlu tampil meneruskan misi Yesus untuk
keselamatan semua orang beriman, dengan tidak membedakan tingkat atau pun
golongan. Mereka perlu diperhatikan dan dibela karena mereka juga adalah citra
Allah yang sama dengan kita.
Hal serupa telah
ditunjukkan oleh Santa Teresa dari Kalkuta. Ia mengatakan bahwa: “Kasih itu
harus diungkapkan melalui memberi, sebab itu adalah hal yang sangat berharga.
Kebahagiaan tercapai kalau ada semangat berbagi dan mau belajar untuk berbagi.
Allah begitu mencintai dunia sehingga menyerahkan Putra-Nya sendiri untuk
menyelamatkan umat manusia. Dan Putra Allah itu menyerahkan hidup-Nya sendiri
sebagai korban keselamatan. Bahkan, sampai sekarang Tuhan Yesus masih memberi diri bagi kita
sebagai roti kehidupan, agar kelaparan kita akan kasih dikenyangkan dan
dipuaskan, sehingga kehidupan ilahi kita terima. Bila sudah demikian, apa yang
dapat kita berikan sebagai ucapan syukur atas segala kebaikan Allah kepada
kita. Yang bisa kita berikan tidak lain adalah kasih. Kasih tersebut diwujudkan dalam pelayanan.
Memang, pelayanan kasih harus diwujudkan dalam pelayanan kepada mereka yang
termiskin, sebab dalam diri mereka Yesus sendirilah yang melayani”.
Ia tidak hanya
berbicara, tetapi juga berbuat. Tindakan memberi diungkapkan melalui pelayanan.
Contoh tindakan pelayanan itu adalah mengajari anak-anak yang kurang mampu,
menjaga dan merawat orang sakit dan tindakan sosial lainnya. Setiap orang
diajaknya untuk senantiasa mengulurkan tangannya untuk melayani dan membuka
hati. Melalui pelayanannya, Santa Teresa memberikan hidupnya sendiri,
sebagaimana Tuhan memberikan pelayanan kasih kepada kita dengan memberikan diri
sepenuhnya. Dalam karya pelayanannya, ia tidak membedakan apa dan siapa. Namun,
penekanannya adalah pelayanan tersebut harus diberikan kepada orang yang sangat
membutuhkan. Dan hal ini telah dilakukannya dalam karya pelayanannya. Ia
memberikan perhatian khusus kepada kaum miskin dan mereka yang mengalami
penindasan.
Sesungguhnya
pelayanan itu merupakan hal yang amat penting dalam kehidupan menggereja.
Kenyataan yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwa umat
kurang memiliki penghayatan akan hal ini. Praktek pelayanan banyak mengandung
motif yang tidak mendatangkan efek baik.
Akibatnya banyak orang miskin dan malang terabaikan atau bahkan terlupakan.
Mereka tetap hidup dalam situasinya tanpa mengalami kasih Tuhan. Sebagai orang
dewasa, hal tersebut kurang mendapat perhatian, apalagi kaum remaja, yang belum
banyak mengetahui tentang hal ini. Kaum remaja adalah kelompok orang yang
sedang dalam tahap perkembangan untuk mencari identitas diri yang sesungguhnya.
Pelayanan belum merupakan bagian sepenuhnya dari hidup Katolik. Oleh karena
itu, sangat perlu ditanamkan kesadaran dalam diri mereka serta perlu
dimotivisir agar dapat diterima dan dihidupi.
Berhadapan
dengan persoalan yang terjadi dalam diri kaum remaja, maka sangat perlu diambil langkah yang tepat.
Salah satu cara yang tepat adalah kaum remaja diarahkan untuk melihat dan
mengalami spiritualitas Santa Teresa dari Kalkuta. Ia berasal dari keluarga
yang memiliki kepedulian akan nasib sesama yang menderita. Ia tinggal di daerah
konflik yang pernah di kausai oleh Turki dan Yugoslavia. Akibat konflik
tersebut, banyak orang menjadi korban. Korban paling nyata adalah orang-orang
kecil. Situasi ini membuatnya merasakan panggilan Allah untuk mewartakan
Kerajaan Allah. Demikian juga ketika berada di Kalkuta, situasi yang sama juga
dialaminya. Dalam situasi ini, Santa Teresa menerima panggilan ilahi untuk
melayani mereka yang termiskin dalam pelayanan kasih.
Karya
pelayanan dilaksanakan dengan penuh iman. Ia membangun kasih yang tidak
membedakan antara yang satu dengan yang lain. Walaupun ia melayani mereka yang
miskin, namun ia tidak memusuhi yang kaya dan berkuasa. Selain itu, kadang
orang lain menjalani persahabatan dengannya demi kepentingan tertentu, namun ia
tidak mempedulikannya. Apa pun agamanya, bahkan mereka yang komunis dan atheis
pun diajaknya bersahabat. Ia memandang semua orang sebagai anak-anak Allah.
Maka, tidak mengherankan Paus Yohanes Paulus II menggambarkan figur Santa Teresa
bagai orang Samaria yang baik hati (bdk. Luk 10-25-37). Kasih menjadi nyata,
menurut Santa Teresa, jika orang sanggup dan berani terluka. Tidak ada kasih
sejati, jika tidak ada kesediaan untuk berkorban, untuk memberi diri bagi sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar