Sabtu, 01 Juni 2013

Semangat Pelayanan Ibu Teresa dari Kalkuta



Semangat Pelayanan Ibu TeresaA dari Kalkuta
Sebagai Inspirasi Bagi Kaum Remaja

            Yesus selalu mengingatkan para murid-Nya untuk bersikap sebagai “yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua” (bdk. Mrk 9:35). Menjadi pelayan berarti ikut melayani seperti Kristus, karena Ia sendiri adalah pelayan. Dalam mengajarkan Kerajaan Allah, Ia tidak hanya berbicara tetapi juga menunjukkan dengan keteladanan-Nya karena demikianlah kehendak Bapa-Nya (bdk. Yoh 4:34). Walaupun Ia sebagai Guru dan Tuhan, namun Ia mau melakukan pekerjaan yang paling rendah sekalipun, yakni membasuh kaki para murid-Nya. Spiritualitas pelayanan Yesus ini, hendaklah tertanam dalam diri setiap orang Kristen dan sangat penting untuk diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
            Berdasarkan keteladanan Yesus ini, Gereja pun memiliki ciri pelayanan. Ciri pertama adalah ciri religious. Pelayanan kristiani harus berdasar pada kasih kepada sesama, sebab Allah telah menciptakan manusia sesuai dengan citra-Nya sendiri. Ciri kedua adalah kesetiaan kepada Kristus sebagai Guru dan Tuhan. Yesus menghendaki agar umat beriman berbuah banyak, karena dengan demikian akan tampil sebagai murid-murid-Nya. Ciri ketiga adalah mengambil bagian dalam sengsara dan penderitaan Kristus, yang tetap senasib dengan semua orang yang menderita. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (bdk. Mat 25:40). Yesus Kristus adalah saudara semua orang, khususnya mereka yang malang dan miskin. Maka pelayanan Gereja pun tertuju terutama kepada mereka yang paling membutuhkan perhatian. Ciri keempat adalah kerendahan hati. Gereja tidak boleh membanggakan pelayanannya, tetapi harus mengakui diri sebagai seorang hamba. Kerendahan hati bukan merupakan sesuatu yang amat istimewa dalam hidup, melainkan sikap realistis yang mengakui segala keterbatasan manusia, termasuk  juga pelayanan Gereja.
Yesus juga pernah bersabda: “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (bdk. Mrk 10:45). Itulah sikap yang dahulu diharapkan Yesus kepada murid-murid-Nya untuk dilakukan, dan sekarang ini harapan itu diletakkan di atas pundak setiap umat beriman kristiani. Semua orang adalah saudara, maka harus saling membantu dalam mencari jalan dan arah hidup. Rasul Paulus berkata: “Tidak ada orang Yahudi atau Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Yesus Kristus” (bdk. Gal 3:28). Membedakan orang atau golongan tidak sesuai dengan semangat Yesus sendiri. Dalam pandangan Kristen, melayani itu tidak merendahkan, melainkan mengangkat orang karena membuatnya sama dengan manusia yang lain di dalam Kristus.
            Pelayanan harus berdasar dan bersumber pada kehendak Yesus. Yesus telah menunjukkan hal ini ketika Ia tampil di tengah dunai. Ia melayani tanpa membedakan obyek pelayanan-Nya. Dan perhatian-Nya lebih diarahkan kepada mereka yang menderita dan yang mengharapkan pertolongan. Sebab mereka adalah kelompok orang yang tidak mempunyai dan tidak bersuara, dan hanya pasrah pada keadaan yang ada. Dalam kehidupan di tengah dunia, mereka telah mendapatkan ketidakadilan, maka Gereja menjadi sandaran bagi mereka. Gereja perlu tampil meneruskan misi Yesus untuk keselamatan semua orang beriman, dengan tidak membedakan tingkat atau pun golongan. Mereka perlu diperhatikan dan dibela karena mereka juga adalah citra Allah yang sama dengan kita.
Hal serupa telah ditunjukkan oleh Santa Teresa dari Kalkuta. Ia mengatakan bahwa: “Kasih itu harus diungkapkan melalui memberi, sebab itu adalah hal yang sangat berharga. Kebahagiaan tercapai kalau ada semangat berbagi dan mau belajar untuk berbagi. Allah begitu mencintai dunia sehingga menyerahkan Putra-Nya sendiri untuk menyelamatkan umat manusia. Dan Putra Allah itu menyerahkan hidup-Nya sendiri sebagai korban keselamatan. Bahkan, sampai sekarang  Tuhan Yesus masih memberi diri bagi kita sebagai roti kehidupan, agar kelaparan kita akan kasih dikenyangkan dan dipuaskan, sehingga kehidupan ilahi kita terima. Bila sudah demikian, apa yang dapat kita berikan sebagai ucapan syukur atas segala kebaikan Allah kepada kita. Yang bisa kita berikan tidak lain adalah kasih.  Kasih tersebut diwujudkan dalam pelayanan. Memang, pelayanan kasih harus diwujudkan dalam pelayanan kepada mereka yang termiskin, sebab dalam diri mereka Yesus sendirilah yang melayani”.
Ia tidak hanya berbicara, tetapi juga berbuat. Tindakan memberi diungkapkan melalui pelayanan. Contoh tindakan pelayanan itu adalah mengajari anak-anak yang kurang mampu, menjaga dan merawat orang sakit dan tindakan sosial lainnya. Setiap orang diajaknya untuk senantiasa mengulurkan tangannya untuk melayani dan membuka hati. Melalui pelayanannya, Santa Teresa memberikan hidupnya sendiri, sebagaimana Tuhan memberikan pelayanan kasih kepada kita dengan memberikan diri sepenuhnya. Dalam karya pelayanannya, ia tidak membedakan apa dan siapa. Namun, penekanannya adalah pelayanan tersebut harus diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan. Dan hal ini telah dilakukannya dalam karya pelayanannya. Ia memberikan perhatian khusus kepada kaum miskin dan mereka yang mengalami penindasan.

            Sesungguhnya pelayanan itu merupakan hal yang amat penting dalam kehidupan menggereja. Kenyataan yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwa umat kurang memiliki penghayatan akan hal ini. Praktek pelayanan banyak mengandung motif  yang tidak mendatangkan efek baik. Akibatnya banyak orang miskin dan malang terabaikan atau bahkan terlupakan. Mereka tetap hidup dalam situasinya tanpa mengalami kasih Tuhan. Sebagai orang dewasa, hal tersebut kurang mendapat perhatian, apalagi kaum remaja, yang belum banyak mengetahui tentang hal ini. Kaum remaja adalah kelompok orang yang sedang dalam tahap perkembangan untuk mencari identitas diri yang sesungguhnya. Pelayanan belum merupakan bagian sepenuhnya dari hidup Katolik. Oleh karena itu, sangat perlu ditanamkan kesadaran dalam diri mereka serta perlu dimotivisir agar dapat diterima dan dihidupi.
            Berhadapan dengan persoalan yang terjadi dalam diri kaum remaja, maka  sangat perlu diambil langkah yang tepat. Salah satu cara yang tepat adalah kaum remaja diarahkan untuk melihat dan mengalami spiritualitas Santa Teresa dari Kalkuta. Ia berasal dari keluarga yang memiliki kepedulian akan nasib sesama yang menderita. Ia tinggal di daerah konflik yang pernah di kausai oleh Turki dan Yugoslavia. Akibat konflik tersebut, banyak orang menjadi korban. Korban paling nyata adalah orang-orang kecil. Situasi ini membuatnya merasakan panggilan Allah untuk mewartakan Kerajaan Allah. Demikian juga ketika berada di Kalkuta, situasi yang sama juga dialaminya. Dalam situasi ini, Santa Teresa menerima panggilan ilahi untuk melayani mereka yang termiskin dalam pelayanan kasih.
            Karya pelayanan dilaksanakan dengan penuh iman. Ia membangun kasih yang tidak membedakan antara yang satu dengan yang lain. Walaupun ia melayani mereka yang miskin, namun ia tidak memusuhi yang kaya dan berkuasa. Selain itu, kadang orang lain menjalani persahabatan dengannya demi kepentingan tertentu, namun ia tidak mempedulikannya. Apa pun agamanya, bahkan mereka yang komunis dan atheis pun diajaknya bersahabat. Ia memandang semua orang sebagai anak-anak Allah. Maka, tidak mengherankan Paus Yohanes Paulus II menggambarkan figur Santa Teresa bagai orang Samaria yang baik hati (bdk. Luk 10-25-37). Kasih menjadi nyata, menurut Santa Teresa, jika orang sanggup dan berani terluka. Tidak ada kasih sejati, jika tidak ada kesediaan untuk berkorban, untuk memberi  diri bagi sesama.
           
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar